Sabtu, 31 Maret 2012

MASALAH PENELITIAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

 
 
A.  Pendahuluan
Salah satu sebab mengapa orang melakukan penelitian adalah karena manusia itu selalu dihadapkan kepada berbagai masalah. Masalah yang dimaksud adalah masalah yang membutuhkan penjelasan, pemecahan dan penyelesaiannya. Namun dalam hal ini tidak semua masalah dan kesulitan dapat segera dipecahkan. Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks yang membutuhkan penelitian untuk pemecahan dan penyelesaiannya (Nana Syaodih Sukmadinata, 2009 :2).
Penelitian dalam bidang pendidikan merupakan sesuatu yang mesti ada. Penelitian dalam bidang pendidikan pada umumnya berkaitan dengan masalah-masalah sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran agar tercapainya tujuannya pembelajaran. Penelitian dalam bidang pendidikan juga menyangkut masalah kurikulum, pendidik, peserta didik, pegawai, pengelolaan, sarana dan prasarana, pembiayaan, manajemen lembaga, dan lainnya. Dengan demikian penelitian dalam bidang pendidikan tentunya meneliti dan mengkaji problem yang membutuhkan kajian pada obyek-obyek tersebut.

B.  Masalah penelitian
1.    Apa itu masalah?
Masalah dalam penelitian merupakan dasar seseorang untuk melakukan penelitian. Dengan adanya masalah tersebut, peneliti telah melakukan langkah awal dalam penelitian. Masalah (problems) merupakan suatu kesenjangan yang terjadi di lapangan. Hal ini bisa dalam bentuk perbedaan antara das sein dan das sollen, kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Masalah juga berkaitan dengan pertanyaan terhadap terhadap keberadaan variabel mandiri baik satu variabel atau lebih. Di samping itu, masalah juga berkaitan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berada.
Jack R. Franker mengatakan bahwa The Research Problem merupakan suatu masalah yang dimaksud seseorang untuk menelitinya. Suatu masalah dapat ditemukan dalam bentuk rasa yang tidak memuaskan atau sesuatu yang meresahkan. Sebuah kesulitan dari beberapa macam kesulitan, suatu keadaan yang perlu diubah, hal apa saja yang tidak bekerja sebaik mungkin. Masalah melibatkan wilayah yang menjadi perhatian para peneliti sebagai pendidik, seperti kondisi mereka ingin memperbaiki, ingin menghilangkan kesulitan mereka, berupa pertanyaan di mana mereka mencari jawaban.
Di samping masalah juga merupakan perbedaan antara das sein dengan das sollen. Perbedaan antara teori yang dikaji dengan praktek yang terjadi di lapangan, sehingga menimbulkan masalah yang patut diteliti. Dengan demikian masalah dalam penelitian merupakan sesuatu yang harus ada dan dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Dalam hal ini tugas pertama peneliti adalah menemukan masalah utamanya dengan menyisihkan berbagai masalah semu, baik yang sebenarnya merupakan bagian masalah utama, maupun yang tidak layak diselidiki karena tidak menyelesaikan masalah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa masalah dalam penelitian merupakan suatu kondisi atau keadaan yang menantang untuk diperbaiki, disempurnakan atau ditingkatkan, agar berdaya guna dan memberi manfaat yang lebih besar bagi kehidupan manusia (Hadari Nawawi dan Mimi Martini, 1994 : 34-35).
Kemudian Di samping itu The Problem Research sebagai dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian mempunyai tiga fenomena (Suharsimi Arikunto, 1992 : 25):
a.            Problema untuk mengetahui status dan mendeskripsikan fenomena. Sehubungan dengan jenis permasalahan ini terjadilah penelitian deskriptif (termasuk di dalamnya survei), penelitian historis dan filosofis.Bentuk problema dalam penelitian ini juga termasuk jenis penelitian kualitatif deskriptif yang menggambarkan dan mendeskripsikan fenomena yang terjadi di lapangan.
b.           Problema untuk membandingkan berusaha mencari persamaan dan perbedaan fenomena, selanjutnya mencari arti atau manfaat dari adanya persamaan dan perbedaan fenomena, selanjutnya mencari arti atau manfaat dari adanya persamaan dan perbedaan yang ada. Bentuk problema ini biasanya penelitiannya merupakan studi komperatif yang berupaya membandingkan fenoma dan mencari persamaan serta perbedaan objek yang dikaji.
c.       Problema untuk mencari hubungan antara dua fenomena (problema korelasi). Ada dua macam problema korelasi, yaitu korelasi sejajar, misalnya korelasi antara kemampuan berbahasa Inggris dan kesetiaan ingata dan korelasi sebab-akibat, misalnya korelasi antara teriknya sinar matahari dan larisnya es mambo.

2.    Pertanyaan Penelitian
Biasanya masalah penelitian awalnya diajukan dalam bentuk pertanyaan yang menjadi fokus penelitian dari peneliti. Berikut adalah daftar dari contoh pertanyaaan penelitian dalam bidang pendidikan yang dapat dijadikan metodologi yang tepat dalam penelitian diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Apakah klien dari suatu pusat terapi memiliki kepuasan tersendiri dibandingkan dengan klien yang berada pada terapi tradisional? (penelitian eksperimental)
b.    Apakah gambaran dari orang-orang yang kutu buku dalam masalah sosial mereka? (penelitian konten analisis)
c.    Apakah anak-anak yang bersekolah di sekolah dasar pergi kesekolahnya setiap minggu? (penelitian etnografi)
d.    Apakah guru berperilaku berbeda terhadap siswa yang berbeda jenis kelamin? (penelitian kausal komparatif)
e.    Bagaimana seorang guru memprediksi siswa yang memiliki masalah dalam belajarnya terhadap beberapa subjek pelajaran? (penelitian korelasional)

3.    Karakteristik Pertanyaan Penelitian yang Baik
Setelah pertanyaan penelitian telah dirumuskan, maka para peneliti harus mengubahnya menjadi pertanyaan yang baik. Ada 4 karakteristik pertanyaan itu baik, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Pertanyaan penelitian harus layak (yaitu dapat diselidiki tanpa menggunakan jumlah waktu, energi dan uang yang berlebihan)
Maksudnya adalah bahwa isu penting dalam merancang penelitian adalah kelayakan. Sebuah pertanyaan yang layak adalah pertanyaan yang dapat diselidiki dengan sumber daya yang tersedia.
b.    Pertanyaan penelitian harus jelas (yaitu orang lain akan tahu apa kata kunci dalam pertanyaan tersebut)
Maksudnya adalah bahwa pertanyaan dalam penelitian adalah fokus suatu penyelidikan penelitian, oleh karena itu pertanyaan harus jelas. Karena menyangkut apa yang  persisnya diselidiki?. Dengan demikian bahwa pertanyaan yang jelas akan membantu peneliti dalam pelaksanaan penelitiannya. Jelas dalam hal ini diartikan bahwa pertanyaan tersebut jelas objeknya, cakupan masalah dan ilmiah untuk sebuah penelitian.
c.    Pertannyaan penelitian harus signifikan (artinya perlu dilakukan peneltian karena akan memberikan kontribusi penting terhadap suatu pengetahuan tentang kondisi manusia)
Pertanyaan penelitian juga harus pantas diselidiki. pada dasarnya, seorang peneliti perlu mempertimbangkan apakah pertanyaan yang layak menghabiskan waktu dan energi (dan sering uang) untuk mendapatkan jawaban.
d.   Petanyaannya harus menyelidiki suatu hubungan (tidak melibatkan tentang fisik dan psikologis, atau lingkungan alam atau sosial)
Penelitian yang baik sering kali memiliki hubungan untuk diselidiki. Sebuah hubungan berarti menyarankan dua karakteristik yang diikat bersama-sama atau terhubung dalam beberapa cara. Penting untuk memahami bagaimana istilah "hubungan" digunakan dalam penelitian, karena istilah tersebut juga memiliki arti lain dalam kehidupan sehari-hari. Ketika peneliti menggunakan istilah "hubungan", mereka tidak mengacu pada sifat atau kualitas hubungan antara orang-orang.

4.    Sumber Untuk Memperoleh Masalah
Sumber-sumber masalah penelitian dapat diperoleh dari pengamatan terhadap berbagai kegiatan manusia. Hal ini dapat dilakukan melalui bacaan, analisis bidang pengetahuan, ulangan serta perluasan penelitian, cabang studi yang dikerjakan, pengalaman dan catatan pribadi, praktik serta keinginan masyarakat, bidang spesialisasi, pelajaran dan mata pelajaran yang sedang diikuti, pengamatan terhadap alam sekitar serta diskusi-diskusi ilmiah. Di samping itu, masalah juga bersumber dari membaca (skripsi atau tesis), teori, kebijakan pemerintah dan orang lain

5.    Cara Merumuskan Masalah
Setelah diidentifikasi dan dipilih maka masalah tersebut harus dirumuskan. Pada umumnya rumusan masalah harus dilakukan dengan kondisi tersebut:
a.    Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
b.    Rumusan masalah hendaklah jelas dan padat.
c.    Rumusan masalah harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkan masalah.
d.   Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat hipotesis.
e.    Masalah harus menjadi dasar untuk penetapan judul penelitian.
Perlu diingat, bahwa dalam merumuskan masalah, maka hindarkan membuat rumusan masalah yang terlalu umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal maupun terlalu argumentatif. Selain itu masalah ilmiah tidak boleh dalam bentuk pertanyaan etika atau moral, masalah yang mengandung emosi dan prasangka. (S. Nasution, 2003 : 18-19).
Masalah sebenarnya hal yang pertama dipikirkan oleh peneliti ketika merencanakan proyek penelitiannya. Walaupun di atas kertas, yang pertama muncul adalah judul dan pendahuluan, tetapi yang perlu ditetapkan dalam penelitian adalah masalahnya. Dengan demikian membuat masalah penelitian merupakan hal yang sukar, karena tidak semua masalah di lapangan dapat diuji secara empiris, tidak ada pengetahuan atau tidak diketahui sumber atau tempat mencari masalah-masalah. Kadangkala si peniliti dihadapkan kepada banyak sekali masalah penelitian, dan sang peneliti tidak dapat memilih masalah mana yang lebih baik untuk dipecahkan, adakalanya masalah cukup menarik tetapi data yang diperlukan sukar diperoleh diperoleh dan peneliti tidak mengetahui kegunaan spesifik tentang masalah tersebut. (Moh. Nazir, 2005 : 119-121).
B.  Tinjauan Pustaka
Setelah masalah dirumuskan, maka selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoretis bagi penelitian yang akan dilakukan. Landasan itu perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai hal yang disebutkan tersebut maka harus melakukan penelaahan kepustakaan. Pengertian kajian pustaka secara umum adalah bahasan atau bahan-bahan bacaan yang terkait dengan suatu topik atau temuan dalam penelitian (Setyosari, 2010: 72).

1.    Manfaat dari Melihat Literatur
Sebuah tinjauan pustaka sangat membantu peneliti dalam dua caya: yaitu tidak hanya membantu peneliti dalam mengumpulkan ide-ide yang terkait dengan pertanyaan penelitian tapi juga memungkinkan peneliti untuk melihat hasil penelitian/studi orang lain yang menyangkut tentang pertanyaan penelitian.

2    Jenis Sumber
a.       Referensi umum, adalah sumber pertama yang dilihat peneliti (seperti monograf, buku, dan dokumen lainnya) yang berhubungan langsung dengan pertanyaan penelitian. 
b.      Sumber primer adalah sumber dimana seseorang yang melakukan penelitian melaporkan hasil studi mereka. Sumber utama ini bisa dengan menggunakan jurnal, seperi jurnal pendidikan.
c.       Sumber sekunder adalah peneliti dapat menggunakan generalisasi-generalisasi yang didapatkan dari hasil penelitian terdahulu. Hasil-hasil penelitian itu pada umumnya ditemukan dalam sumber acuan khusus, misalnya: skripsi, tesis, disertasi, jurnal, buletin penelitian.

3   Tujuan Kajian Pustaka
Melakukan kajian pustaka merupakan salah satu cara atau saranauntuk menunjukkan pengetahuan penulis tentang suautu bidang kajian tertentu, yang mencakup kosakata, metode, dan asal usulnya. Di samping itu, sebuah kajian pustaka memberikan informasi kepada para pembaca tentang peneliti dan kelompok peneliti yang mempunyai pengaruh dalam suatu bidang tertentu, misalnya dalam bidang pembelajaran, evaluasi, teknologi pembelajaran, sains dan seterusnya.
Dalam kaitannya dengan kajian pustaka Hart memberikan pandangan lebih jauh tentang alasan-alasan perlunya melakukan kajian pustaka, yaitu sebagai berikut:
a.         Membedakan apa yang telah dilakukan dan apa yang perlu dilakukan
b.         Menemukan variabel-variabel penting yang relevan dengan masalah
c.         Mengidentifikasi hubungan antara gagasan dan praktek
d.        Menyintesis dan memperoleh suatu perspektif baru
e.         Menentukan onteks topik atau permasalahan
f.          Merasionalisasikan pentingnya masalah
g.         Memahami struktur isi
h.         Mengaitkan ide dan teori dengan penerapan
  
      Langkah-langkah yang Dilakukan Dalam Melakukan Tinjauan Pustaka
Untuk menilai sumber-sumber pustaka yang akan dipakai sebagai acuan dalam tinjauan kepustakaan, peneliti dapat menggunakan langkah-langkah untuk menilai penggunaan kajian pustaka, menurut Tuckman (1988) tersebut mencakup sebagai berikut:
a.    Ketepatan
Sumber pustaka yang menjadi pijakan pembahasan yang dipilih harus memiliki kriteria ketepatan, artinya sumber tersebut dipilih sesuai dengan derajat kesesuaian antara masalah dengan sumber pendukungnya, atau variabel penelitian yang sedang dikaji sesuai betul dengan referensi yang menjadi rujukan.
b.    Kejelasan
Hal kejelasan ini sangat terkait dengan apakah si peneliti dapat memahami betul hal-hal yang menjadi perhatiannya. Dalam hal ini peneliti memahami masalah atau variabel penelitian.
c.    Empiris Atau Alamiah
Berkenaan dengan kriteria empiris ini sangat terkait dengan temuan aktual (temuan lapangan) yang didapatkan bukan pendapat semata. Dukungan empiris yang berasal dari lapangan secara reliabel dan shahih dapat meningkatkan keakuratan kajian.
d.   Kemutakhiran
Kemutakhiran ini terkait dengan penutipan dari sumber-sumber yang terbaru, up to date. sumber-sumber terbaru biasanya berdasarkan pada hasil-hasil penelitian terkini pula.
e.    Relevansi
Relevansi ini terkait dengan kutipan-kutipan yang berhubungan dengan variabel-variabel dan hipotesis-hipotesis yang jadi perhatian peneliti.
f.     Organisasi
Kriteria penilaian yang terkait dengan organisasi ini adalah berkenaan dengan keberadaan kajian pustaka atau literatur itu disusun secara baik yang mencakup pendahuluan, bagian dan ringkasan. Penataan atau penyusunan tata tulis dilakukan secara sistematis sehingga terjadi hubungan logis.
g.    Meyakinkan
Perihal ini berkenaan dengan apakah kajian pustaka itu membantu peneliti atau penulis memahami benar masalahnya sehingga mampu menyakinkan orang lain.

Kemudian Jack R. Franker mengatakan bahwa langkah-langkah yang harus dilakukan dalammelakukan tinjauan pustaka adalah sebagai berikut:
a.       Menjelaskan masalah penelitian setepat mungkin, maksudnya adalah bahwa hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah menyatakan pertanyaan penelitian sekhusus mungkin. Artinya adalah fokus pertanyaan penelitian diarahkan pada isu spesifik untuk penyelidikan
b.      Membaca dengan teliti sumber sekunder yang relevan, maksudnya adalah setelah pertanyaan penelitian disusun sedemikian rupa maka hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah membaca sumber sekunder yang dapat memberikan gambaran umum terhadap penelitian yang dilakukan.
c.       Memilih dan membaca dengan teliti referensi yang tepat, maksudnya adalah setelah membaca sumber sekunder untuk mendapatkan gambaran yang lebih tepat dari masalah maka peneliti harus memiliki gagasan yang lebih jelas tentang apa yang diteliti. Dalam hal ini peneliti perlu melihat kembali pertanyaan penelitian dan melihat kebutuhan yang akan ditulis agar bisa membuatnya lebih fokus, maka peneliti perlu melihat beberapa referensi untuk membantu membantu mengidentifikasi sumber tertentu yang berkaitan dengna penelitian.
d.      Merumuskan pencarian istilah, maksudnya adalah setelah referensi umum dipilih, maka yang perlu dilakukan peneliti adalah merumuskan pencerian istilah untuk membantu menemukan sumber primer.
e.       Mencari referensi umum untuk sumber primer.
f.       Mendapatkan dan membaca sumber-sumber primer yang relevan, maksudnya setelah mencari referensi umum maka yang harus dilakukan adalah peneliti harus mencatat dan meringkas poin-poin penting dalam sumber-sumber yang ada.

5.      Menulis Laporan Tinjauan Pustaka
Setelah membaca dan mencatat berbagai sumber yang telah dikumpulkan, maka peneliti dapat mempersiapkan laporan akhir dari tinjauan pustaka yang terdiri dari:
a.         Pengenalan, yang secara ringkas menjelaskan masalah penelitian yang diteliti oleh peneliti
b.         Bagian dari tinjauan, yang secara singkat melaporkan masalah apa yang telah ditemukan dalam penelitian
c.         Ringkasan dari tinjauan yang mana berisi tentang gambaran penelitian
d.        Kesimpulan
e.         Bibliografi

6.      Peranan Kajian Pustaka Dalam Penelitian
Penelusuran atau pencarian kepustakaan yang relevan seyogyanya dilakukan sebelum kegiatan atau pelaksanaan penelitian itu berjalan. Kepustakaan atau literatur yang dijadikan landasan dalam kajian teori ini akan memilikii arti dalam mempertimmbangkan cakupan penelitian yang sedang dilakukan.studi kepustakaan ini memiliki peranan (Iskandar, 2009: 51) sebagai berikut:
a.         Pengetahuan tentang penelitian yang berkaitan memungkinkan peneliti menetapkan batas-batas bidang penelitiannya.
b.         Pemahaman teori dalam suatu bidang memungkinkan peneliti itu menempatkan masalah dalam perspektifnya
c.         Melalui kajian pustaka yang relevan, para peneliti dapat mengetahui prosedur dan instrumen mana yang telah terbukti berguna dan mana yang kurang
d.        Pengkajian atau studi yang cermat terhadap kajian pustaka yang relevan dapat menghindarkan terjadinya pengulangan studi sebelumnya
e.         Pengkajian pustaka yang berkaitan menempatkan si peneliti pada posisi yang baik untuk menafsirkan arti pentingnya hasil penelitiannya sendiri.

C.      Kesimpulan
1.      Masalah dalam penelitian merupakan dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Masalah (problems) merupakan suatu kesenjangan yang terjadi di lapangan. Hal ini bisa dalam bentuk perbedaan antara das sein dan das sollen, kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Masalah yang akan diteliti harus mempunyai nilai penelitian dan sesuai dengan kualifikasi yang dipunyai oleh peneliti. Kemudian pertanyaan dalam penelitian harus jelas, significant dan adanya hubungan dalam pertanyaan tersebut. Sumber-sumber masalah penelitian dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti dari diri sendiri, isu, melalui membaca (skripsi atau tesis), teori, kebijakan pemerintah dan orang lain. Dalam merumuskan masalah harus dihindarkan masalah yang bersifat umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal ataupun terlalu argumentatif, tidak boleh pertanyaan etika atau moral.
2.      Setelah masalah dirumuskan, maka selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoretis bagi penelitian yang akan dilakukan.

KEPUSTAKAAN

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta, 1992
Fraenkel, Jack R., How To Design and Evaluate Research In Educations, Singapore: 1993
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009
Nawawi, Hadari & Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1994
Nazir, Moh., Metode Penelitian, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005)
Nasution, S. Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta : Bumi Aksara, 2003
Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010
Syaodih Sukmadinata, Nana, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009

Jumat, 30 Maret 2012

MEMORI II: PENGORGANISASIAN, LUPA, DAN MODEL MEMORI



A.      Pendahuluan
Dramawan abad ke-20 Tennessee William pernah mengatakan bahwa hidup adalah memori kecuali momen sekarang yang berlalu demikian cepat sehingga kita sulit untuk mengingatnya, jadi apa itu memori?
Memori atau ingatan adalah retensi informasi dari waktu ke waktu yang melibatkan encoding, penyimpanan dan pengambilan kembali. Para psikolog pendidikan mempelajari bagaimana informasi diletakan atau disimpan dalam memori, bagaimana ia dipertahankan atau disimpan setelah disandikan (encoded), dan bagaimana ia ditemukan atau diungkapkan kembali untuk tujuan tertentu dikemudian hari. Memori membuat diri kita terasa berkesinambungan. Tanpa adanya memori, kita tidak mampu menghubungkan apa yang terjadi kemarin dengan apa yang sedang kita alami sekarang.[1]
Otak merupakan perangkat yang paling komleks di dunia. Trilyunan sel otak memiliki fungsi spesifik tetapi saling berhubungan. Mengendalikan seluruh aspek fisik dan psikis manusia. Baik secara sadar maupun tak sadar. Kapasitas penyimpanan memori di dalam otak jauh melebihi kapasitas hardisk computer terbesar sekalipun. Otak memiliki kemampuan menangani algoritma rumit secara bersamaan dalam jumlah tak terbatas, jauh melebihi kemampuan prosesor komputer tercanggih sekalipun. Tapi sayangnya manusia tidak mampu mengoptimalkan seluruh potensi otak tersebut, sehingga otak tidak memungkinkan semua jejak ingatan itu tersimpan terus dengan sempurna, melainkan berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi ketika orang yang bersangkutan diminta untuk mengingat kembali hal yang sudah diingatnya, terkadang mulai terlupakan sebagiannya.
Dalam makalah ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan memori seperti pengorganisasian, lupa, model memori serta kebiasaan belajar dan ingatan.
           
B.       Organisasi
Pengorganisasian atau penataan informasi di dalam memori kita, maka kita akan terbantu dalam mengingat dan menghadirkannya kembali. Strategi penataan memori yang baik, yakni dengan mengelompokkan atau “mengepak” informasi menjadi unit-unit “higher order” yang dapat diingat sebagai satu unit tunggal disebut juga dengan chunking. Chunking dilakukan dengan membuat sejumlah besar informasi menjadi lebih mudah dikelola dan lebih bermakna.[2] Pada bagian ini akan dibahas tentang tentang proses organisasi.

1.    Konteks
Jalan lain yang dilakukan dalam pengorganisasian proses yang terlihat untuk mengoperasikan memori adalah bagaimana pengaruh konteks dalam memori. Cara informasi dikode dan disimpan dalam memori dapat dengan mudah dipengaruhi oleh konteks. Contohnya kontek verbal dalam kata kemacetan dicodekan seperti strawberi versus kemacetan lalu lintas akan menentukan jenis vitur yang dikodekan dalam memori. Aturan konteks bisa menseleksi fitur tertentu yang ditujukan untuk pengkodean dan penyimpanan. Singkatnya konteks berfungsi untuk membantu mengatur fitur tertentu dalam penempatannya di memori.
Apabila kata-kata itu diproses pada tingkat yang dangkal, lebih sedikit kata-kata yang bisa di ingat, ketika kata-kata itu diproses pada tingkat yang lebih dalam maka secara substansial lebih banyak kata-kata yang bisa di ingat.

2.    Proses Konstruktif
Secara umum, proses konstruktif merujuk pada tindakan bagaimana kita dapat mengintegrasikan atau mengatur informasi dalam memori sebuah pola yang lebih kurang koheren disebut skema. Dapat dipahami, sebuah skema dapat mempengaruhi bagaimana informasi. informasi baru dapat diintegrasikan ke dalam memori jangka panjang.
Dalam sebuah penelitian, John Bransford dan Jeffrey Frank mengemukakan bahwa manusia mengenal informasi meskipun itu tidak eksplisit di presentasikan untuk belajar. Mereka disajikan dengan subjek daftar kalimat sederhana yang jika digabungkan akan mewakili sebuah kalimat kompleks yang mengandung beberapa ide. Perhatikan kalimat berikut yang merupakan ide kompleks: kucing takut berlari dari gonggongan anjing dan melompat di atas meja. Ide kompleks ini dapat dibagi menjadi empat ide sederhana sebagai berikut:[3]
a.       Kucing itu takut
b.      Kucing itu berlari
c.       Anjing itu menggonggong
d.      Kucing itu melompat di atas meja

3.    Memori Semantik 
Memori semantik adalah pengetahuan umum siswa tentang dunia. Memori ini mencakup:
1.      Pengetahuan tentang pelajaran di sekolah (seperti pengetahuan geometri).
2.      Pengetahuan tentang bidang keahlian yang berbeda (seperti pengetahuan catur).
3.      Pengetahuan “sehari-hari” tentang makna kata, orang terkenal,tempat-tempat penting, dan hal-hal umum (seperti apa arti kata gaul atau siapa itu SBY atau Gamawan Fauzi).[4]    
Studi memori semantik menitik beratkan pada memori alami, yaitu memori yang menyimpan apa-apa saja yang didapatkan dari pengalaman berbahasa. pandangan yang populer tentang memori semantik yaitu beragam makna dari kata-kata yang saling berhubungan di dalam memori dengan berbagai persetujuan dalam memori. Tidak semua link diantara kata- kata yang terkait sama-sama penting. Kata-kata yang lebih kritis atau penting terkait dengan makna konsep dianggap lebih dekat disbanding kata-kata lain. Sebagai contoh “konsep manusia” mungkin memiliki link ke “orang, tangan , hati, dan orang”. Tetapi mereka mungkin berbeda dalam mendefenisikan properti dari manusia.
                        Salah satu tes model jaringan seperti subjek di minta untuk menjawab pertanyaan tentang apakah burung kenari berwarna kuning? Apakah burung kenari terbang?. Lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk menjawab “ya” atau “tidak”. Hal ini berteori bahwa pencarian di memori untuk pertanyaan ini memerlukan pengaktifan kode yang terlibat, seperti, kinari dan kuning, kinari dan terbang, dan aktifitas kemudian menyebar keseluruh jaringan kompleks link terkait. Versi kasus ini disebut teori penyebaran aktifitas memori semantic yang dikembangkan oleh Allan Collins dan Elizabeth Loftus. Jika diansumsikan bahwa antara kuning dan kenari lebih dekat dari pada hubungan antara terbang dan burung kenari. Singkatnya waktu reaksi terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti ini dianggap sebagai ukuran kekuatan sambungan atau waktu antara dua kode.[5]      

4.    Pengelompokan persepsi dan memori      
Ide penting yang berasal dari teori Gelstalt memori adalah bahwa hal-hal yang dikelompokkan perceptual akan menentukan cara mereka akhirnya diselenggarakan di memori. Informasi di lingkungan kita terkadang special atau temporal terorganisasi sehingga kita menggunakan organisasi ini untuk mengkodekan dan menyimpan informasi. Misalnya nomor telepon dikelompokkan menjadi dalam urutan tiga dijit dan empat digit.[6]
                                    Singkatnya manusia harus memilki konsistensi dalam pengelompokan atau mereka tidak akan mampu untuk mengkodekan dan menyimpan urutan. Generalisasi ini berlaku dimana urutan yang harus dipelajari tidak memilki struktur tingkat tinggi yang jelas yaitu dimana orang tidak mampu mendeteksi urutan tersembunyi dari angka atau huruf yang akan lebih mudah untuk menyandikan bahwa urutan yang disajikan dalam studi.

C.      Lupa
1.    Pengertian
Lupa Menurut Nairne (2000) dalam Santrock adalah kegagalan dalam mengambil kembali informasi karena kurangnya petunjuk pengambilan yang efektif.[7] Sedangkan menurut Gulo (1982) yang dikutip oleh Salwan Amin mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan  sesorang mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari (dialami).  Jadi lupa juga dapat di artikan peristiwa tidak dapat memproduksi tanggapan kita, sedangkan ingatan kita sehat.[8]
Syah dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan mengartikan lupa sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau memproduksi kembali apa-apa yang yang sebelumnya telah kita pelajari secara sederhana. Dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.[9]
Lupa bukan karena kita kehilangan memori dari tempat penyimpanan, tetapi karena ada informasi lain yang menghambat upaya kita untuk mengingat informasi yang kita inginkan. Bagi siswa yang belajar untuk ujian Pendidikan Agama Islam (PAI), kemudian untuk ujian Sejarah dan kemudian dia menempuh ujian PAI terlebih dahulu, maka informasi tentang Sejarah akan mencampuri ingatan tentang PAI. jadi teori interferensi mengimplikasikan bahwa strategi belajar yang baik adalah mempelajari terlebih dahulu ujian yang akan diberikan terakhir. jadi dari contoh diatas, siswa lebih baik mempelajari Sejarah terlebih dahulu baru kemudian PAI.

2.    Faktor-faktor Penyebab Lupa
Ada beberapa faktor yang menyebabkan individu lupa:
a.       Gangguan konflik antara item-item informasi (materi) yang ada dalam sistem memori. Gangguan konflik ini terjadi karena dua faktor yaitu proactive interverence dan retroactive interverence.[10]
1)      Proactive Interverence
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktif apabila materi pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat adatu diproduksi kembali.

2)      Retroactive Interverence
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktif apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama tersebut.
b. Lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya kemungkinan.
1)        Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
2)        Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
3)        Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.
Itulah pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori represi/ penekanan (Reber, 1988). Namun, perlu ditambahkan bahwa istilah “alam ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di atas, merupakan gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak mendapat tantanganm baik dari kawan maupun lawannya itu.
c.    Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson, 1990). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kuda Nil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menyebut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
d.   Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
e.    Menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian denga sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
f.      Lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.
Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut.[11]
Apakah materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa benar-benar hilang dari ingatan akalnya? Menurut pandangan ahli psikologi kognitif, “tidak!” materi pelajaran itu masih terdapat dalam subsistem akal permanen siswa namun terlalu lemah untuk di panggil atau diingat kembali. Buktinya banyak siswa yang mengeluh “kehilangan ilmu”, setelah melakukan relearning (belajar lagi) atau mengikuti remedial teaching berfungsi memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang rusak atau lemah dalam memori para siswa tersebut, sehingga mereka berhasil mencapai prestasi yang memuaskan.[12]

3.        Upaya mengurangi lupa
Lupa adalah bagian dari sifat manusia yang telah lumrah pada manusia, namun manusia harus mengupayakan untuk mengurangi terjadinya lupa tersebut.
Menurut Barlow (1985), Reber (1988) dan Anderson (1990), cara mengurangi lupa antara lain adalah sebagai berikut:
a.    Over learning (belajar yang lebih)
Belajar lebih(over learning) adalah suatu kiat belajar yang melebihi penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Over learning muncul jika respon atau reaksi tertentu trjadi setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan. Contoh aplikasi belajar ini adalah pembacaan teks pancasila pada setiap hari senin dan sabtu memungkinkan ingatan siswa terhadap teks pancasila lebih kuat.[13]
b.    Extra studi time (penambahan waktu untuk belajar)
Teknik penambahan waktu dalam belajar merupakan suatu upaya agar alokasi waktu belajar ditambah, sehingga aktiftas belajar dapat berlanjut. Misalnya dari sekali seminggu menjadi dua kali seminggu terhadap materi tertentu. Maka dengan model ini akan dianggap cukup strategis karena dapat melindungi memori (daya ingat) dari kelupaan.
c.    Mnomenic device (menyesiasati ingatan)
Analisis terhadap konsep ini juga sering dimaknai sebagai muslihat memori, yang dalam istilah Inggrisnya disebut Mnomenic device. Pemikiran ini merupakan suatu model khusus untuk mengurangi kelupaan yang akan dijadikan sebagai alat pengait mental untuk memasukkan sistem-sistem informasi kedalam sistem kognisi peserta didik. Muslihat memori ini banyak ragamnya, namun yang paling menonjol adalah sebagai berikut:
1)   Rima (rhime), yaitu saja yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak itu akan lebih baik bila disertai dengan not-not, sehingga bisa dinyanyikan dengan baik. Untuk nyanyian anak TK/TKA/TPA yang berisi pesan- pesan moral dapat digunakan sebagai conto penyusunan rima mnomenic
2)   Singkatan, yakni kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat oleh siswa. Contohnya, jika seorang siswa ingin mempermudah mengingat nama-nama seperti Nabi Adam, Nabi Muhammad, Nabi Ibrahim, Nabi Nuh dapat disingkat dengan AMIN. Pembuatan penyingkatan kata dan istilah itu dibuat sedemikian rupa sehingga punya kesan dan makna yang menarik.
3)   Sistem kata pasak (peg word system), yaitu sejenis teknik mnemonic yang menggunakan perangkat-perangkat yang sebelumya telah dikuasai sebagai paku (pasak) pengait memori baru. Kata perangkat (komponen) pasak ini dibuat sedemikian rupa dengan berpasang-pasangan. Contoh: panas-api, dingin-es dan sebagainya. Kata-kata tersebut sangatlah berguna dan mudah diingat, karena mempunyai kesamaan watak pasangannya.
4)   Metode losai (method of loci), adalah upaya mnemonic yang memakai tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat oleh peserta didik. Kata loci sendiri adalah jamak dari kata locus yang artinya tempat. Dengan metode ini, maka akan menggambarkan tempat, kota atau gedung terkenal, diharapkan siswa mudah mengingatnya. Contoh: gedung PBB bertempat di New York, Monas di Jakarta dan sebagainya. Dengan menggunakan tempat bangunan seperti itu para siswa tidak kesulitan menghafal dan mengingatnya.
5)   Sistem kata kunci (key word system), yaitu merupakan kiat mnomenic yang tergolong baru dibandingkan dengan upaya dalam mengurangi faktor kelupaan sebelumnya. Model ini dikembangkan pada tahun 1975 oleh dua orang pakar psikologi yaitu Rugh dan Atkinson (Barlow, 1985). Metode ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing. Konon, hasilnya lebih efektif untuk pengajaran bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Arab dan sebagainya. Sistem aplikasinya berbentuk daftar kata yang terdiri atas unsur-unsur:
a.    Kata-kata asing
b.    Kata-kata kunci, yaitu kata bahasa lokal yang memiliki      kemiripan dengan kata yang akan dipelajari
c.    Arti kata asing tersebut
Contoh Mnemonik Sistem Kata kunci
Kata Inggris
Kata kuci
Arti
Astute
Butterfly
Chaos
Astuti
Baterai
Kaos
Cerdik/lihai
Kupu-kupu
Kekacauan

6)             Model pengelompokan (clustering), model ini diartikan untuk menata ulang item-item materi pelajaran menjadi kelompok-kelompok kecil yang dipandang lebih logis, dalam artian materi yang disajikan memiliki signifikansi dan lafal yang sama. Pengkotak-kotakan itu yang dirancanng sedemikian rupa dalam bentuk daftar item materi seperti:
a.    Daftar I, terdiri atas nama-nama binatang mamalia seperti: sapi, kerbau, kambing dan sebagainya.
b.   Daftar II, terdiri atas nama-nama buah yang mengandung vitamin C seperti: jeruk, mangga, tomat dan sebagainya.
c.    Daftar III, terdiri atas nama-nama seafood seperti: kerang, tiram, cumi-cumi dan sebagainya.
7)             Pelatihan yang banyak bagian (Distributed Practice), latihan terbagi (Distributed Practice) lawannya adalah latihan terkumpul (massed practice). Dalam latihan terbagi ini, siswa akan melakukan latihan-latihan dengan alokasi waktu yang pendek dan dipisah-pisahkan dengan alokasi waktu-waktu istirahat. Upaya itu dilakukan untuk menghindari cramming, yaitu belajar banyak materi pelajaran secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam pelaksanaan latihan tebagi para siswa dapat menggunakan berbagai metode dan strategi belajar yang efektif dan efisien, sebagaimana keinginannya.
8)        Pengaruh letak bersambung (the serial position effect), bertujuan untuk mendapatkan sesuatu akibat yang positif dan pengaruh letak bersambung (the serial position effect) pelaksanaannya, para siswa dianjurkan untuk menyusun daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. Kata yang harus diingat tersebut sebaiknya ditulis dengan tulisan berwarna yang mencolok agar diproses sampai dapat ditransfer ke memori (penyimpanan) jangka panjang. ketika stimulus disajikan, maka memori manusia bekerja. Memori kerja memiliki beberapa fungsi yaitu:
a)    fungsi bertindak sebagai penahan antara register sensorik dan memori jangka panjang. Informasi ditransfer dari register sensori untuk penyimpanan kepada memori jangka pendek diatur oleh perhatian selektif, yang merupakan proses konttrol utama.
b)   Fungsi untuk menangani informasi yang telah diambil dari penyimpanan jangka panjang. Akhirnya memori kerja bertindak untuk memudahkan transfer informasi dari jangka pendek untuk penyimpanan jangka panjang.[14]

4.    Model Memori Assosiatif Manusia
Salah satu jenis model jaringan memori manusia yang telah terkenal adalah model memori assosiatif manusia yang dikembangkan oleh Jhon Anderson dan Gordon Bower pada tahun 1973. Model ini menggambarkan memori sebagai kumpulan besar assosiasi terkait dalam jaringan yang besar. Unit dasar dari model ini disebut sebagai proposisi yang merupakan hubungan bermakna atau gramatikal unit yang dikodekan dari informasi yang tersimpan dalam memori.

 
D.   KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Pengorganisasian adalah cara lain untuk melihat proses berlangsungnya pengorganisasian informasi di dalam memori adalah dengan melihat pengaruh kontek di dalam memori. Bentuk lain dari proses kerja memori adalah constrative process yaitu mengacu kepada tindakan yang dilakukan oleh manusia untuk mampu mengintegrasikan atau mengorganisasikan informasi di dalam memori sehingga informasi tersebut menjadi lebih koheren.
2.    Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk mengungkapkan kembali apa-apa yang dipelajari atau yang diketahui sebelumnya. Salah satu penyebab kelupaan adalah kegagalan menggunakan materi yang dipelajari, dalam arti kata terjadi karena perjalanan waktu, walaupun sebenarnya perjalanan waktu tidak menyebabkan kelupaan, yang menyebabkan kelupaan adalah peristiwa yang terjadi selam perjalanan waktu tersebut. Ada dua teori klasik tentang kelupaan, teori decay dan Teori interference. Teori decay menyimpulkan bahwa alur memori yang merupakan perwakilan dari peristiwa melemah dan berkurang secara otomatis bersamaan dengan perjalanan waktu. Teori interference beranggapan bahwa kelupaan disebabkan oleh pengaruh pembelajaran baru dan pembelajaran sebelumnya.
3.    Model-model memori (models of memory) Ada dua model memori yang sangat penting dalam kaitannya dengan alur informasi. Pertama adalah model buffer (buffer model) dan yang kedua adalah model memori assosiatif manusia (human associative memory model atau HAM model). Model buffer terdiri dari dua komposisi dasar yaitu bentuk struktural dan proses kontrol. Bentuk struktural merupakan bentuk permanen dari sistem memori, sebaliknya proses kontrol merupakan aspek yang tidak permanen dari sistem memori dan merupakan proses sementara di bawah kendali manusia.
Human Associative memory model (model HAM) menjelaskan memori sebagai sebuah koleksi yang saling berhubungan di dalam jaringan yang sangat besar.
 

DAFTAR KEPUSTAKAAN
                                                                                   

Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008

Henry C. Ellis, Fundamentals of Human Learning, Memory, and Cognition, USA: Brown Company Publishers, 1978

Mahmud, M. Dimyati, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan.
Yogyakarta: PBFE, 1999

Purwanto, M. Ngalim,  Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999

Santrock, Jonh W, Psikologi Pendidikan. Universitas Of Texas at Dallas. Jakarta: Kencana, 2011, Edisi ke 2

Suyanto, Agus,  Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara, 1999, Cet. 9

Syah,Muhibbin, Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007